Senin, 28 Februari 2011

laporan biomassa


PENDAHULUAN

Latar Belakang
Alelopati adalah interaksi biokimia antara mikroorganisme atau tanaman baiki yang bersifat positif maupun negatif. Beberapa gulma terbukti bersifat ellelopati adalah Imperata cylindrica dan Acasia mangium, gulma tersebut diketahui sangat kompetitif dengan tanaman lain yang mengakibatkan turunnya produksi tanaman.Ekstrak umbi Imperata cylindrica dan daun Acasia mangium terbukti mampu menghambat perkecambahan dan pertumbuhan kecambah,rendaman ekstrak daun Acasia mangium ataupun umbi akar dari Imperata cylindrica dapat menghambat perkembangan banih kacang-kacangan,centel dan mustard.Dan ekstrak ini juga dilaporkan dapat menghambat perpanjangan akar (http://unjabisnis.blogspot.com.alelopati.html, 2009).
Tumbuhan juga dapat bersaing antara sesamanya dengan secara interaksi biokimia, yaitu salah satu tumbuhan mengeluarkan senyawa beracun ke sekitarnya dan dapat mengakibatkan gangguan pertumbuhan tumbuhan lainnya. Interaksi biokimia antara gulma dan pertanaman antara lain menyebabkan gangguan perkecambahan biji, kecambah jadi abnormal, pertumbuhan memanjang akar terhambat, perubahan susunan sel-sel akar dan lain sebagainya. Persaingan yang timbul akibat dikeluarkannya zat yang meracuni tumbuhan lain disebut allelopathy (Sukman dan Yakup, 1995).
Peristiwa alelopati ialah peristiwa adanya pengaruh jelek dari zat kimia (allelopat) yang dikeluarkan tumbuhan tertentu yang dapat merugikan petumbuhan tumbuhan lain jenis yang tumbuh disekitarnya (Moenandir, 1993).
Gulma mengadakan interaksi dengan tanaman umumnya secara kompetisi (gulma dan tanaman terpengaruh secara negatif oleh interaksi dalam bentuk penururunan kegiatan pertumbuhan termasuk peristiwa alelopati)             (Triharso, 1995).
Penggunaan herbisida sintetik mempunyai dampak negatif seperti pencemaran linkungan, meninggalkan residu pada produk pertanian, matinya beberapa musuh alami dan sebagainya. Upaya tersebut dapat dilakukan dengan menggali potensi senyawa kimia yang berasal dari tumbuhan (alelokimia) yang dapat dimanfaatkan sebagai bioherbisida (alelopati (http://eprints.undip.ac.id/pdf+alelopati+teki, 2010).

Tujuan Percobaan

            Adapun tujuan dari percobaan adalah untuk mempelajari pengaruh alelopati/jenis tumbuhan terhadap pertumbuhan tanaman jagung.
Kegunaan Percobaan

-          Sebagai salah satu syarat untuk dapat mengikuti Praktikal Test di Laboratorium   Ekologi Tanaman, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.
-                    Sebagai bahan informasi bagi pihak yang membutuhkan.
TINJAUAN PUSTAKA
Sejumlah peneliti melaporkan bukti untuk zat kimia mengendalikan distribusi tumbuhan, asisiasi antar species, dan jalannya suksesi tumbuhan.   Muller (1966) telah meneliti hubungan spatial antara Salvia leucophyla dan rumput annual. Rumpun saliva yang hidup pada padang rumbut ternyata dibawah rumpun dan disekeliling rumpun semak tersebut terjadi zona gundul (1-2 meter) tak ada tumbuhan rumput dan herbalain. Bahkan 6-10 m dari kanopi semak tumbuhan lain menjadi kerdil. Bentuk kerdil ini tidak disebabkan karena kompetisis untuk air, karena akar semak tidak menyusup jauh ke daerah rumput. Faktor tanah nampak tidak bertanggung jawab untuk asosiasi nehgatif, karena faktor khemis dan fisis tanah tidak berubah pada zona gundul tersebut.
Muller menemukan bahwa salvia mengeluarkan minyak volatile dari daun dan kandungan cinoile dan canphor bersifat toksik terhadap perkecambahan dan pertumbuhan annual disekeliling (http://iqbalali.com.alelopati.html,
2008).
Beberapa pengaruh alelopati terhadap aktivitas tumbuhan antara lain :Senyawa alelopati dapat menghambat penyerapan hara yaitu dengan menurunkan kecepatan penyerapan ion-ion oleh tumbuhan. Beberapa alelopat menghambat pembelahan sel-sel akar tumbuhan. Beberapa alelopat dapat menghambat pertumbuhan yaitu dengan mempengaruhi pembesaran sel tumbuhan. Beberapa senyawa alelopati memberikan pengaruh menghambat respirasi akar. Senyawa alelopati memberikan pengaruh menghambat sintesis protein. Beberapa senyawa alelopati dapat menurunkan daya permeabilitas membran pada sel tumbuhan. Senyawa alelopati dapat menghambat aktivitas enzim (http://iqbalali.com.alelopati.html, 2008).
Alang-alang bukan hanya sebagai pesaing bagi tanaman lain terutama tanaman pangan dalam mendapatkan air, unsur hara dan cahaya tetapi juga menghasilkan zat alelopati yang menyebabkan pengaruh negatif pada tanaman lain (http://unjabisnis.blogspot.com.alelopati.html, 2009)








































 
BAHAN DAN METODE


Tempat dan Waktu Percobaan  

            Percobaan dilakukan di Laboratorium Ekologi Tanaman, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan. Pada ketinggian ± 25 m dpl pada hari senin  tanggal 23 Februari 2010 pada pukul 08.00 WIB sampai selesai..
Bahan dan Alat
            Adapun bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah rhizome alang-alang sebagai penghambat pertumbuhan tanaman, umbi teki sebagai penghambat pertumbuhan tanaman, daun akasia sebagai penghambat pertumbuhan tanaman, benih jagung sebagai objek percobaan
            Adapun alat yang digunakan pada percobaan adalah blender untuk menghaluskan bahan, timbangan untuk menimbang bahan, petridish sebagai tempat media tanam, pasir steril sebagai media tanam, gelas ukur untuk mengukur larutan alelopati, dan pisau/gunting untuk memotong gulma.





Prosedur Percobaan
  1. Disediakan 100 gr rhizome alang-alang, atau teki, atau daun akasia yang telah dicuci bersih. Kemudain dipotong-potong untuk ememudahkan penghancuran.
  2. Diblender rhizome alang-alang tersebut dengan terlebiih dahulu ditambahkan air dengan perbandingan 1:1 (larutan A); 1:2 (larutan B); 1:3 (larutan C) dilakukan untuk umbi teki, dan daun akasia.
  3. Diambil petridish sebanyak 12 buah.
  4. Sebelum benih jagung dikecambahkan terlebih dahulu direndam dengan benlate selama 30 menit.
  5. Di ambil 5 butir benih jagung diletakkan di atas pasir steril dalam petridish.
  6. Di siram sebanyak 3 petridish dengan air biasa, 3 dengan larutan A1, 3 larutan A2, 3 dengan larutan A3.
  7.  Di hitung persentase kecambah, untuk masing-masing perlakuan konsentrasi dengan menggunakan rumus
Jumlah benih yang dikecambahkan = x butir, jumlah benih yang berkecambah = y butir, maka daya kecambah X/Y x 100%.
.


HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil

Parameter : Persentase Perkecambahan

No.
Perlakuan
2HST
 4 HST
 6 HST
Keterangan
1
A1
40%
40%
40%
2 benih jagung yang hidup

2
A2
80%
80%
100%
Semua hidup
3
A3
100%
100%
100%
Semua hidup




Parameter : Tinggi kecambah

No.
MST
1
2
3       
4
 5
Total
Rata-rata
1
A1
-
-
-
0,1
0,3
0,4
0.08
2
A2
-
-
3
5
9
17
3,4
3
A3
-
0,8
1,2
10
12,5
24,5
4,3

Pembahasan
Alelopati adalah interaksi biokimia antara mikroorganisme atau tanaman baiki yang bersifat positif maupun negatif. Beberapa gulma terbukti bersifat ellelopati adalah Imperata cylindrica dan Acasia mangium, gulma tersebut diketahui sangat kompetitif dengan tanaman lain yang mengakibatkan turunnya produksi tanaman. Ekstrak umbi Imperata cylindrica dan daun Acasia mangium terbukti mampu menghambat perkecambahan dan pertumbuhan kecambah,rendaman ekstrak daun Acasia mangium ataupun umbi akar dari Imperata cylindrica dapat menghambat perkembangan banih kacang-kacangan,centel dan mustard.Dan ekstrak ini juga dilaporkan dapat menghambat perpanjangan akar. Penekanan pertumbuhan dan perkembangan karena ekstrak alang-alang dan akasia ditandai dengan penurunan tinggi tanaman, penurunan panjang akar, perubahan warna daun (Dari hijau normal menjadi kekuning-kuningan) serta bengkaknya akar. Pertumbuhan rambut akar juga terganggu, dengan melihat fenomena ini maka allelokikia yang berasal dari ekstrak Imperata cylindrica dan Acasia mangium mungkin bekerja mengganggu proses fotosintesis atau proses pembelahan sel. Hal ini sesuai dengan literatur                           Sukman dan Yakup (1995) yang menyatakan bahwa interaksi biokimia antara gulma dan pertanaman antara lain menyebabkan gangguan perkecambahan biji, kecambah jadi abnormal, pertumbuhan memanjang akar terhambat, perubahan susunan sel-sel akar dan lain sebagainya.
Pada allelopati A1 tanaman tumbuh layaknya tanaman kontrol, hanya sedikit saja perubahan yang terjadi saat akhir pengamatan. Hal ini dapat dikarenakan oleh kosentrasi allelopati yang dalam hal ini adalah zat racun, tidak terlalu tinggi, hingga tumbuhan masih mampu melakukan proses metabolisme dan yang lainnya dengan normal, walau terdapat sedikit hambatan allelopati. Itulah sebabnya perubahan hanya terjadi pada morfologi daunnya saja.
Sedangkan pada allelopati A2 tanamannya tumbuh tidak normal, namun tetap saja perubahan yang terjadi tidak telalu mencolok seperti pada tanaman yang diberikan allelopati kosentrasi tinggi. Pada allelopati berkosentrasi A3 mulai terjadi perubahan yang agak mencolok dari kontrolnya seperti bercak-bercak pada daun yang sangat banyak, panjang akar yang tidak normal, dan tinggi yang tidak normal. Hal ini sesuai dengan literatur Triharso (1995) yang mengemukakan bahwa perkembangan tumbuhan tergantung pada konsentrasi ekstrak, sumber ekstrak, temperatur ruangan, dan jenis tumbuhan yang dievaluasi serta saat aplikasi.













KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
  1. Pada allelopati yang berkosentrasi A1 tanaman tumbuh layaknya tanaman kontrol, hanya sedikit saja perubahan hal ini dapat dikarenakan oleh kosentrasi allelopati yang dalam hal ini adalah zat racun, tidak terlalu tinggi, hingga tumbuhan masih mampu melakukan proses metabolisme
  2. Perkembangan tumbuhan yang di beri allelopati tergantung pada konsentrasi ekstrak, sumber ekstrak, temperatur ruangan, dan jenis tumbuhan yang dievaluasi serta saat aplikasi.
  3. Persaingan antara tanaman utama sehingga mengurangi kemampuan berproduksi, terjadi persaingan dalam pengambilan air, unsur-unsur hara dari tanah, cahaya dan ruang lingkup
  4. Alelopati yaitu pengeluaran senyawa kimiawi oleh gulma yang beracun bagi tanaman yang lainnya, sehingga merusak pertumbuhannya
  5. Gulma menimbulkan kerugian-kerugian karena mengadakan persaingan dengan tanaman pokok, mengotori kualitas produksi pertanian, menimbulkan allelopathy, mengganggu kelancaran pekerjaan para petani, sebagai perantara atau sumber hama dan penyakit, mengganggu kesehatan manusia, menaikkan ongkos-ongkos usaha pertanian dan menurunkan produktivitas air.

Saran
Sebaiknya praktikum menggunakan media tanam yang banyak mengandung bahan organik dan merawat tanaman dengan baik agar didapat hasil yang optimal.









DAFTAR PUSTAKA


(http://iqbalali.com/2008/01/23/alelopati, 2010).Dakses Tanggal 11 Maret 2010

(http://eprints.undip.ac.id/pdf+alelopati+teki, 2010).Diakses Tanggal 11 Maret 2010

Moenandir, J., 1993. Persaingan Tanaman Budidaya dengan Gulma. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta

Sukman, Y dan Yakup. 1995. Gulma. PT.Raja Grafindo Persada. Jakarta

Triharso, 1995. Dasar-dasar Perlindungan Tanaman. UGM-Press. Yogyakarta



laporan stump karet


PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tanaman karet termasuk famili Euphorbiaceae atau tanaman getah-gatahan. Dinamakan demikian karena golongan famili ini mempunyai jaringan tanaman yang banyak mengandung getah (lateks) dan getah tersebut mengalir keluar apabila jaringan tanaman terlukai. Mengingat manfaat dan kegunaannya, tanaman ini digolongkan ke dalam tanaman industri (Syamsulbahri, 1996).          
Sesuai dengan nama latin yang disandangnya tanaman karet             (Hevea brassiliensis) berasal dari Brazil. Tanaman ini merupakan sumber utama bahan karet alam dunia. Padahal jauh sebelum tanaman karet dibudidayakan, penduduk asli di berbagai tempat seperti Amerika Selatan, Afrika, dan Asia menggunakan pohon-pohon lain yang juga menghasilkan getah. Sebagai penghasil lateks, tanaman karet dapat dikatakan merupakan satu-satunya tanaman yang dikebunkan secara besar-besaran (Tim Penulis PS, 2008).
Sejak berabad-abad yang lalu karet telah dikenal dan digunakan secara tradisional oleh penduduk asli di daerah asalnya, yakni Brasil – Amerika Selatan. Akan tetapi meskipun telah diketahui penggunaannya, oleh Columbus dalam pelayarannya ke Amerika Selatan pada akhir abad ke-16, sampai saat itu karet masih belum menarik perhatian orang-orang Eropa. Karet tumbuh secara liar di lembah-lembah sungai Amazon dan secara tradisional diambil getahnya oleh penduduk setempat untuk digunakan dalam berbagai keperluan, antara lain sebagai bahan untuk menyalakan api dan “bola” untuk permainan     (Setyamidjaja, 1993).
Sistem perkebunan karet muncul pada abad ke-19. Akan tetapi, sistem pekebunan di Asia Tenggara tidak terjadi sebelum akhir abad ke-19, ketika permintaan menuntut perluasan sumber penawaran. Sistem ini diperkenalkan oleh beberapa ahli tumbuh-tumbuhan di Inggris. Pada tahun 1870 tanaman karet berkembang baik di Jawa dan Burma, akan tetapi tanaman ini memakan waktu antara penanaman dengan masa produksi (BPTP-Jambi, 2008).
Dewasa ini, luas areal tanaman karet mencapai 3,04 juta hektar, dimana 83,4 % (92,54 juta hektar) adalah karet rakyat. Oleh karena itu, selain sebagai sumber devisa, karet rakyat juga memiliki arti sosial yang sangat penting karena mendukung lebih dari 10 juta jiwa keluarga petani yang mengusahakan komoditas ini. Walaupun demikian, produktivitas karet rakyat saat ini masih tergolong rendah, yakni hanya sekitar 300-400 kg karet kering per hektar per tahun (http://www.icraf.org, 2010).
Pada awalnya seluruh karet dikumpulkan dari tanaman liar, awalnya karet dari Brazil, tetapi ada juga dari daerah lain dalam jumlah perbandingan yang kecil. Karena permintaan yang bertambah dan lebih cepat dibandingkan persediaan yang ada dan harga yang melambung tinggi. Ini memungkinkan terjadinya pelanggaran terhadap pengeksporan benih, dan pohon karet pun diperkenalkan kepada kerajaan-kerajaan kolonial di bagian dunia lain        (Schery, 1961).


Tujuan Percobaan

Adapun tujuan percobaan ini adalah untuk mengetahui pengaruh media tanam dan ZPT Rootone-F terhadap pertumbuhan stump mata tidur karet                                                 (Hevea brassiliensis Muell. Arg).

Hipotesis Percobaan

-            Diduga adanya pengaruh media tanam terhadap pertumbuhan stump mata tidur Karet (Hevea brassiliensis Muell.Arg).
-            Diduga adanya pengaruh ZPT Rootone – F terhadap pertumbuhan stump mata tidur Karet (Hevea brassiliensis Muell.Arg).
-            Diduga adanya interaksi media tanam dan ZPT Rootone – F terhadap pertumbuhan stump mata tidur Karet (Hevea brassiliensis Muell.Arg).
Kegunaan Percobaan

-       Sebagai salah satu syarat untuk dapat mengikuti Praktikal Tes di    Laboratorium Budidaya Tanaman Kelapa Sawit dan Karet Departemen Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.
-       Sebagai bahan informasi bagi pihak yang membutuhkan.











TINJAUAN PUSTAKA

Botani Tanaman

Menurut Setiawan dan Andoko (2005), dalam kerajaan tanaman atau sistem klasifikasi kedudukan tanaman karet adalah sebagai berikut:
Kingdom         : Plantae
Divisio             : Spermatophyta
Subdivisio       : Angiosperma
Kelas               : Dicotyledoneae
Ordo                : Euphorbiales
Family             : Euphorbiaceae
Genus              : Hevea
Spesies            : Hevea brassiliensis Muell. Arg
Sistem perakarannya padat/kompak, akar tunggangnya dapat menghujam tanah hingga kedalaman 1-2 meter, sedangkan akar lateralnya dapat menyebar sejauh 10 meter. Sesuai dengan sifat dikotilnya, akar tanaman karet merupakan akar tunggang, akar ini mampu menopang batang tanman yang tumbuh tinggi dan besar (Syamsulbahri, 1996).
Batang tanaman biasanya tumbuh lurus dan memiliki percabangan yang tinggi di atas. Di beberapa kebun karet ada kecondongan arah tumbuh tanamannya agak miring ke arah Utara. Batang tanaman ini mengandung getah yang dikenal dengan nama lateks (Tim Penulis PS, 2008).
Daun karet terdiri dari tangkai daun utama dan tangkai anak daun. Panjang tangkai daun utama 3 – 20 cm. Panjang tangkai anak daun sekitar 3 – 10 cm dan pada ujungnya terdapat kelenjar. Biasanya ada tiga anak daun yang terdapat pada sehelai daun karet. Anak daun berbentuk eliptis, memanjang dengan ujung meruncing. Tepinya rata dan gundul (http://deptan.disbun.com, 2010).
Karet termasuk tanaman sempurna karena memiliki bunga jantan dan betina dalam satu pohon, terdapat dalam malai payung dan jarang. Pangkal tenda bunga berbentuk lonceng dan di ujungnya terdapat lima tajuk yang sempit. Bunga betina berambut vilt dengan ukuran sedikit lebih besar dibandingkan dengan jantannya dan mengandung bakal buah yang beruang tiga. Organ kelamin  jantan berbentuk tiang yang merupakan gabungan dari sepuluh benang sari         (Setiawan dan Andoko, 2005).
Buah beruang tiga, jarang yang beruang 4 hingga 6 diameter buah 3-5 cm dan terpisah 3, 4, 6. Coci bekatup dua, pericarp berbentuk endokarp berkayu. Biji besar. Bulat persegi empat, tertekan pada satu atau dua sisinya, berkilat, berwarna coklat muda, dengan noda-noda cokelat tua, panjang 2-3,5 cm dan lebar 1,5 – 3 cm dan tebal 1,5-2,5 cm (Sianturi, 2001).

Syarat Tumbuh

Iklim

Tanaman karet tumbuh baik pada dataran rendah. Yang ideal adalah pada tinggi 0 – 200 m dari permukaan laut. Pada tinggi lebih dari 200 m dpl laju pertumbuhan lilit batang lebih lambat, sehingga lebih lambat 3 – 6 bulan setiap naik 200 m. Tanaman karet tumbuh baik di daerah yang mempunyai curah hujan 2000 – 4000 mm per tahun. Tanaman karet dapat tumbuh baik pada suhu diantara 25 – 35oC. Suhu terbaik adalah rata-rata 28o C. Kelembaban yang sesuai untuk tanaman karet adalah rata-rata berkisar antara 75 – 90% (Sianturi, 2001).
Sinar matahari yang cukup melimpah di negara-negara tropis merupakan syarat lain yang diinginkan tanaman karet. Dalam sehari tanaman karet membutuhkan sinar matahari dengan intensitas cukup paling tidak selama 5 sampai 7 jam (Tim Penulis PS, 2008).
Tanaman karet adalah tanaman daerah tropis. Daerah yang cocok untuk tanaman karet adalah pada zone antara 15 °LS dan 15 °LU. Bila ditanam di luar zone tersebut, pertumbuhannya agak lambat, sehingga memulai produksinya pun lebih lambat (Setyamidjaja, 1993).

Tanah

Agar produktivitas tinggi, karet sangat bagus jika dibudidayakan di tanah yang subur. Dengan penambahan pupuk, tanaman karet yang dibudidayakan di tanah-tanah yang kurang subur masih bisa diproduksi optimal. Bukti menunjukkan, di Malaysia dan Indonesia yang sebagian besar wilayahnya berupa tanah Podsolik Merah Kuning yang kurang subur, karet bisa ditanam dengan produktivitas yang memuaskan. Tanah Latosol dan Aluvial juga cukup sesuai untuk penanaman karet (Setiawan dan Andoko, 2005).
Tanaman karet dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah, baik pada tanah-tanah vulkanis muda ataupun vulkanis tua, alluvial dan bahkan tanah gambut. Sifat-sifat tanah yang cocok untuk tanaman karet adalah sebagai berikut:
-          Solum cukup dalam, sampai 100 cm atau lebih, tidak terdapat batu-batuan
-          Aerasi dan drainase baik
-          Remah, porous, dan dapat menahan air, permukaan air tanah tidak kurang dari 100 cm
-          Tekstur terdiri atas 35% liat dan 30% pasir
-          Tidak bergambut, dan jika ada tidak lebih tebal dari 20 cm
-          Kandungan hara N, P, dan K cukup dan tidak kekurangan unsur mikro
-          pH 4,5 – 6,5
-          Kemiringan tidak lebih dari 16%
(Setyamidjaja, 1993).
Tanah yang derajat keasamannya mendekati normal cocok untuk ditanami karet. Derajat keasaman yang paling cocok adalah 5-6. Batas toleransi pH tanah bagi tanaman karet adalah 4-8. Tanah yang agak asam masih lebih baik daripada tanah yang basa (Tim Penulis PS, 2008).

ZPT Rootone-F

Untuk memecahkan masalah bibit stump mata tidur yang mati, dapat digunakan bantuan ZPT dengan konsentrasi ZPT IBA 2000-3000 ppm, ternyata dapat meningkatkan keberhasilan pertumbuhan mata okulasi. ZPT yang diberikan bukan merupakan hara bagi tanaman. Rootone-F adalah salah satu contoh ZPT yang berbentuk tepung. Cara pemakaiannya yaitu dengan membasahi lebih dhulupangkal stek kurang 3 cm, lalu dicelupkan ke dalam ZPT                (Syamsulbahri, 1996).
Banyak bukti bahwa auksin sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan batang akar, menghambat pertumbuhan cabang lateral, serta mengaktifkan kerja lapisan kambium. Adapun rumus bangun dari Rootone-F adalah sebagai berikut :
 



(Ashari, 1995).
Rootone-F bukanlah Fitohormon atau pestisida, tapi merupakan suatu zat kimia yang dapat merangsang proses biokimia dan fisiologis tanaman dengan cara meresap baik melalui daun, akar dan kuncup bunga, mempengaruhi proses aliran plasma ke dalam sel-sel, memberikan kekuatan vital untuk menjalankan pertumbuhan (Setyamidjaja, 1996).
Adapun rumus kimia Rootone F adalah sebagai berikut :
1. Naftalen Asetamida
     CH2 – O – NH2
     Sifat : mempunyai titik cair 122 - 124° C
     Manfaat : untuk merangsang pertumbuhan akar
2. Metil 1 Naftalen Asetat
     CH2 – C – NH2
Sifat : Kristal putih tidak berbau, ttik cair 130° C, larut dalam asetat eter dan chloroform
     Manfaat : mempercepat pertumbuhan akar pada stek
3.  Metil 1 – Naftalen Asetamida
     CH3 – CH2 – C – NH2
      Sifat : mempunyai titik cair 100 – 200° C
     Manfaat : mempercepat pertumbuhan akar pada stek
4. Indol 3 – butirat
     CH3 – O – CH3
         CHCOOH
Sifat : Kristal padat, warna putih, titik cair 119° C, tidak larut dalam air, larut dalam metal hidrolin
     Manfaat : mempercepat perakaran
(Lakitan, 2003)

Media Tanam

Media yang digunakan untuk penyemaian biasa hanya terdiri atas pasir saja tetapi kadang-kadang juga diberi campuran sekam padi, lumut yang telah membusuk, tanah gembur, kompos, top soil, dan sebagainya. Banyak media yang dapat digunakan untuk penanaman benih asalkan tanahnya gembur dan halus, sehingga akar baru yang keluar tidak terhambat pertumbuhannya                     (Widianto, 2000).
Media tanam ini harus menggunakan tanah yang subur dan berhumus. Sebaiknya diambil tanah yang berada di permukaan dengan ketebalan 0-15 cm. Jangan mencampur tanah dengan pasir, pupuk kandang, dan lain-lain. Tanah hendaknya bertekstur geluh berat dan berstruktur sempurna. Tanah ini dimasukkan dalam kantong plastik berukuran 25x56 cm yang diperkirakan bisa menampung media seberat 9 kg. Bagian bawah kantong plastik harus dilubangi (Tim Penulis PS, 2008).
Tanah untuk media tanam harus subur dan berhumus yang bisa diambil dari tanah permukaan (top soil) dengan kedalaman maksimum 15 cm. Tanah tidak perlu dicampur pupuk kandang, pasir atau bahan lainnya. Setelah itu, kecambah karet ditanam dengan cara yang sama dengan menanam kecambah pada persemaian di lahan. Kantong plastik atau polybag yang digunakan untuk tempat menyemaikan bibit karet sebaiknya berukuran 25x56 cm atau diperkirakan dapat menampung 10 kg tanah. Sebelum tanah dimasukkan ke dalamnya, dasar plasatik harus diberi lubang sebagai tempat keluarnya air siraman                          (Setiawan dan Andoko, 2005).
Tanah pengisi kantong adalah tanah lapisan atas dicampur merata dengan pupuk fosfat alam sebanyak 100 g Agrophos (35% P2O5) per kantong. Bila perlu dapat dicampur dengan 1/10 bagian pupuk kandang. Untuk mengisi kantong digunakan tanah lapisan atas (top soil) ±30 cm. Tanah galian parit-parit batas tertentu tempat penyusunan kantong plastik (±15cm) dapat juga diambil sebagai bahan pengisi. Tanah tersebut dihancurkan sehingga tidak terdapat bongkah-bongkah. Kemudian hancuran tanah diayak untuk membuang akar-akar, kayu, batu dan lain-lain. Pengisian dilakukan secara berangsur-angsur, diisi 1/3 bagian lantas dipadatkan, setelah 2/3 ditanamkan tunggul ditengah-tengah dan dipadatkan. Pengisian 1/3 terakhir adalah 3 cm dari bibir kantong, kemudian dipadatkan, sehingga berdiri kokoh dan tidak terdapat rongga (Sianturi, 2001).


BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Percobaan

Percobaan ini dilaksanakan di Laboratorium Budidaya Kelapa Sawit dan Karet Departemen Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian ±25 m di atas permukaan laut mulai bulan Februari sampai Mei 2010.

Bahan dan Alat

Adapun bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah bibit stump mata tidur sebagai objek pengamatan yang akan diamati, Rootone-F sebagai zat pengatur tumbuh, pasir, top soil, sub soil sebagai media tanam, air sebagai media penyiraman, label nama sebagai penanda polybag dan bahan-bahan lain yang mendukung percobaan ini.
Adapun alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah cangkul untuk membersihkan lahan dan mencampurkan media tanam, polybag sebagai tempat media tanam, gembor sebagai wadah untuk menyiram tanaman, meteran untuk mengukur tinggi tanaman, alat tulis untuk mencatat data, ayakan untuk mengayak pasir dan top soil serta alat-alat lain yang mendukung percobaan ini.

 

Metode Percobaan


Metode percobaan ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial dengan 2 faktor perlakuan, yaitu :
Faktor 1     : Media tanam ( M ) dengan 2 taraf
                     M0 = Top Soil
                     M1  =  Sub soil + Pasir + Kompos ( 2:1:1 )
Faktor 2     : Kosentrasi ZPT Rootone-F ( R ) dengan 3 taraf
                     R0 = Tanpa Rootone-F
                     R1 = ZPT Rootone-F 500 ppm
                     R2 = ZPT Rootone-F 1000 ppm
Maka didapat 6 kombinasi perlakuan, yaitu :
                  M0R0                     M1R0
                  M0R1                     M1R1
                  M0R2                     M1R2
Jumlah ulangan                      : 3
Jumlah stump per plot            : 3
Jumlah stump seluruhnya        : 54 stump









PELAKSANAAN PERCOBAAN

Persiapan Lahan

Lahan percobaan dibersihkan dari gulma dan dibuat bedengan sebagai tempat peletakan polybag, setelah bedengan selesai disekeliling bedengan dibuat parit sedalam 30 cm.

Persiapan Media Tanam

Media tanam yang digunakan adalah campuran topsoil dan subsoil + pasir + kompos dengan perbandingan 2 : 1 : 1, kemudian dimasukkan ke dalam polybag berukuran 10 kg.

Aplikasi ZPT Rootone-F

Larutan ZPT Rootone-F dibuat dengan melarutkan 5 gram Rootone-F ke dalam 1 liter air untuk konsentrasi 500 ppm dan dengan melarutkan 10 gram Rootone-F ke dalam 1 liter air untuk konsentrasi 1000 ppm, kontrol.

Persiapan Bahan Tanaman

Disiapkan stump mata tidur karet dengan ukuran 30 cm di leher akar kemudian direndam terlebih dahulu titik tumbuhnya dengan larutan ZPT Rootone-F dengan konsentrasi yang berbeda, yaitu 500 ppm (R1) dan 1000 ppm (R2), dilakukan selama 30 menit.


Penanaman Stump

Stump ditanam ke polybag dengan perlakuan masing-masing. Stump ditanam sedalam batas leher akar stump dengan arah mata tunas menghadap ke arah Timur (arah matahari terbit).

Pemeliharaan Tanaman

Penyiraman
Penyiraman dilakukan setiap hari pada sore hari dan selanjutnya dikurangi bila keadaan tanah masih basah dan lembab.

Penyiangan
            Penyiangan dilakukan dengan menggunakan tangan pada saat gulma mulai tumbuh di media dan dengan cangkul jika di bedengan.

Pengamatan Parameter

Persentase Melentis (%)
            Persentase Melentis stump mata tidur karet dihitung dengan menggunakan rumus :
            Jumlah stump yang tumbuh
            Persentase Melentis (%)  =  ----------------------------------------- x 100 %
                                                           Jumlah stump yang ditanam




Tinggi Tunas (cm
            Tinggi tunas dihitung dari pangkal jendela okulasi sampai titik tumbuh tanaman tersebut dengan interval 1 minggu.

Diameter Tunas (mm)
            Diameter batang dihitung dengan menggunakan jangka sorong setiap 1 minggu sekali diukur dari dua sisi batang (arah utara dan selatan), diukur dari pangkal tanaman tersebut atau ± 1 cm diatas permukaan tanah.
















HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Persentase Mata Melentis (%)
Persentase mata melentis stump tanaman karet dapat dilihat dari lampiran 1-2.
Tabel 1. Rataan Persentase Mata Melentis 2 MST

R0
R1
R2
rataan
M0
11.10
77.73
55.50
48.11
M1
22.20
44.40
44.43
37.01
Rataan
16.65
61.07
49.97
42.56

Dari tabel 1 diketahui bahwa persentase mata melentis  stump tanaman karet tertinggi adalah 77,73 % pada perlakuan M0R1 dan persentase mata melentis  stump tanaman karet terendah adalah 11,10 % pada perlakuan M0R0.
Gambar 1. Grafik Persentase Mata Melentis 2 MST





Tinggi Tunas (cm)
Tinggi tunas stump tanaman karet dapat dilihat dari lampiran 3-16.
Tabel 2. Rataan Tinggi Tunas 9 MST

R0
R1
R2
Rataan
M0
7.90
7.87
7.87
7.88
M1
7.53
8.20
8.57
8.10
Rataan
7.72
8.03
8.22
7.99

Dari tabel 2 diketahui bahwa tinggi tunas tertinggi adalah 7,90 cm pada perlakuan M0R0 dan tinggi tunas terendah adalah 7,53 cm pada perlakuan M1R0.
Gambar 2. Grafik Tinggi Tunas 9 MST





Diameter Batang (mm)
Diameter batang stump tanaman karet dapat dilihat dari lampiran 17-30.
Tabel 3. Rataan Diameter Batang 9 MST

R0
R1
R2
Rataan
M0
0.55
0.50
0.60
0.55
M1
0.58
0.61
0.69
0.63
Rataan
0.56
0.56
0.65
0.59

Dari tabel 3 diketahui bahwa diameter batang stump tanaman karet tertinggi adalah 0,69 mm pada perlakuan M1R2 dan diameter batang stump tanaman karet terendah adalah 0,50 mm pada perlakuan M0R1.


Gambar 3. Grafik Diameter Batang 9 MST
























Pembahasan
Dari hasil pengamatan diketahui  parameter tinggi tunas untuk perlakuan kombinasi antara media tanam dan ZPT Rootone-F terdapat pada perlakuan M1R2 yaitu sebesar 8,57% dan terendah pada M1R0 yaitu sebesar 7,53%. Hal ini disebabkan karena rootone – F adalah senyawa yang mengandung hormon auksin yaitu mendorong pertumbuhan batang, akar, seta mengaktifkan segala kerja kambium dalam tanaman. Hal ini sesuai literatur Ashari (1995) yang menyatakan bahwa IAA sintetik juga telah terbukti mendorong pembentukan akar adventif. Pada era yang sama juga ditentukan asam indol butirat ( IBA ) dan asam naftalen asetat ( NAA ) yang mempunyai efek sama dengan IAA. Pada saat sekarang masyarakat sudah mengetahui peran auksin sebagai zat tumbuh merangsang perakaran yang di jual dengan nama dagang biorooton.
Dari hasil pengamatan diketahui  parameter diameter tunas untuk perlakuan kombinasi antara media tanam dan ZPT Rootone-F terdapat pada perlakuan M1R2 yaitu sebesar 0,69 mm dan terendah pada M0R1 yaitu sebesar 0,50 mm. Hal ini disebabkan karena rootone – F adalah senyawa yang mengandung hormon auksin yaitu mendorong pertumbuhan batang, akar, seta mengaktifkan segala kerja kambium dalam tanaman. Hal ini sesuai literatur Ashari (1995) yang menyatakan bahwa IAA sintetik juga telah terbukti mendorong pembentukan akar adventif. Pada era yang sama juga ditentukan asam indol butirat ( IBA ) dan asam naftalen asetat ( NAA ) yang mempunyai efek sama dengan IAA. Pada saat sekarang masyarakat sudah mengetahui peran auksin sebagai zat tumbuh merangsang perakaran yang di jual dengan nama dagang biorooton.















KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1.      Nilai rataan tinggi tunas tertinggi terdapat pada perlakuan M1R2 yaitu sebesar 8,57% dan nilai rataan terendah terdapat pada perlakuan M1R0 yaitu sebesar 7,53%.
2.      Nilai rataan diameter batang tertinggi terdapat pada perlakuan M1R2  yaitu sebesar 0,69 mm dan yang terendah terdapat pada perlakuan  M0R1 yaitu sebesar  0,50 mm.
3.      Nilai rataan persentase mata melentis tertinggi terdapat pada perlakuan M0R1 yaitu sebesar 77,73 %  dan yang terendah terdapat pada perlakuan M0R0 yaitu sebesar 11,10 %.

Saran
            Diharapkan pada praktikum selanjutnya pengambilan data tepat dilakukan pada waktu yang ditentukan dan dilakukan penyiangan gulma sesuai dengan kondisi lapangan.






DAFTAR PUSTAKA

Ashari, S., 1995. Hortikultura Aspek Budidaya. UI Press, Jakarta.

BPTP-Jambi. 2008. Teknologi Pembibitan Klon Karet Unggul. Http://www.bptp-jambi@litbang.deptan.go.id. Diakses tanggal 10 April 2010.

Http://deptan.disbun.com.,  2010. Karet. Diakses tanggal 10 April 2010.

Http://www.icraf.org.,  2010. Okulasi Karet. Diakses tanggal 10 April 2010.

Lakitan, B., 1995. Fisiologi Tumbuhan. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Schery, R. W., 1961. Plants for Man. Prentice Hall Inc., New Jersey.

Setiawan, D. H. dan Andoko A., 2005. Petunjuk Lengkap Budidaya Karet. Agromedia Pustaka, Jakarta.

Setyamidjaja, D., 1993. Karet, Budidaya dan Pengolahannya. Kanisius, Yogyakarta.

Sianturi, H. S. D., 2001. Budidaya Tanaman Kelapa Karet. USU Press, Medan.

Syamsulbahri, 1996. Bercocok Tanam Tanaman Perkebunan Tahunan. UGM Press, Yogyakarta.

Tim Penulis PS, 2008. Panduan Lengkap Karet. Penebar Swadaya, Jakarta.

Widianto, I., 2000. Membuat Stek, Cangkok dan Okulasi. Penebar Swadaya, Jakarta.